Kebijakan
Ekonomi Indonesia
Dan Tantangannya
Situasi yang semula dihadapi Keynes adalah
keadaan depresi di Eropa dan Amerika. Di sana
pabrik-pabrik sudah ada, tenaga kerja yang ahli dan terampil ada, prasarana
produksi seperti jalan dan jalur komunikasi ada, bank-bank juga ada namun
semuanya macet karena kekurangan permintaan efektif. Maka, tindakan pemerintah
untuk menambah Effective Demand,
seperti yang disarankan oleh teori Keynes segera berhasil meningkatkan produksi
tanpamenimbulkan inflasi.
Situasi demikian itu tidak boleh disamakan dengan
situasi di Indonesia
dan negara-negara berkembang lainnya. Produksi kita masih rendah, tidak karena
kekurangan permintaan masyarakat (segi demand),
melainkan karena kelemahan struktural (segi supply): kurang
keahlian, kurang prasarana, kurang industri, dan sebagainya. Demikian pula
sifat pengangguran berbeda. Pengangguran di Indonesia tidak pertama-tama
bersifat “konjunktural” (karena kekurangan atau fluktuasi dalam permintaan
efektit), melainkan struktural (karena memang kekurangan kesempatan kerja).
Situasi demikian ini tidak bisa ditangani dengan cara “asal menambah permintaan
efektit” saja. Sebab setiap tambahan permintaan efektif (entaih dari keuangan
negara, dari ekspor, dari kredit luar negeri, atau dari ekspansi kredit bank)
segera mengandung bahaya kenaikan harga, tidak karena permintaan itu begitu
berlebihan, melainkan karena pertambahan produksi (output) tertinggal atau kalah
cepat dengan pertambahan permintaan itu, jadi karena kendala-kendala di sektor
produksi. Bila penyakitnya berbeda, obatnyapun harus berbeda.
Kebijakan ekonomi atau politik ekonomi (economic policy),
yaitu cara-cara yang ditempuh atau tindakan-tindakan yang diambil oleh
pemerintah dengan maksud untuk mengatur kehidupan ekonomi nasional guna
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang mau dicapai telah
ditetapkan oleh para wakil rakyat di MPR-DPR dan dituangkan dalam GBHN, yang
dapat diringkas dalam “trilogi pembangunan“: kestabilan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan.
Masalah konkret yang dihadapi dalam politik ekonomi ialah
bahwa tujuan-tujuan tersebut belum tentu dapat dicapai bersama-sama. Sebab
kerap kali usaha untuk mencapai tujuan yang satu terpaksa sedikit banyak harus
mengorbankan tujuan yang lain. Misalnya, untuk menciptakan lapangan pekerjaan
diperlukan investasi dalam jumlah yang besar. Tetapi investasibesar-besaran mudah menimbulkan inflasi dan memberatkan Neraca Pembayaran karena memperbesar impor. Demikian
pula usaha menstabilkan harga beras sering bertolak belakang dengan usaha
memajukan sektor pertanian dan pemerataan pendapatan bagi petani. Untuk
menjawab tantangan itu memang diperlukan kebijaksanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar