SURABAYA
Jatim kembali mencatat defisit neraca perdagangan sepanjang periode
Januari sampai dengan Agustus. Nilai impor baik produk nonmigas maupun migas
(minyak dan gas) jauh lebih kecil dibandingkan ekspornya.
Kepala
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Irlan Indrocahyo, Senin (3/9/2011)
mengatakan, secara kumulatif ekspor Jatim selama delapan bulan di 2011 hanya
13,25 miliar dolar AS sedangkan impornya 14,89 miliar dolar AS.
Rinciannya,
ekspor nonmigas 12,25 miliar dolar AS dan ekspor migasnya secara akumulatif 1
miliar dolar AS. Sedangkan impor nonmigas 10,77 miliar dolar AS dan impor
migasnya tembus 4,12 miliar dolar AS.
“Produk
nonmigas yang diimpor kebanyakan adalah bahan baku untuk produk yang akan diekspor. Jadi
pada saat ingin menggenjot ekspor, mau tidak mau impor bahan baku pasti tinggi. Sementara impor
migas yang jauh lebih tinggi karena kita mengalami kelangkaan gas,” katanya.
Impor
terbesar untuk produk nonmigas antara lain terdapat pada mesin-mesin mekanik,
besi baja, ampas sisa produk makanan, gandum. Ekspor terbesar bahan kimia organik, tembaga, karet, kertas dan karton,
kayu dan barang kayu.
“Industri terus tumbuh, sementara suplai
minyak dan gas untuk bahan bakarnya selalu terbatas. Kalau tidak impor maka
industri juga tidak bisa jalan. Kita juga belum bisa mengolah gas secara
maksimal meskipun kita adalah penghasil sumber daya alam tersebut. Jadi selama
ini lebih banyak ekspor gas mentah lalu mengimpornya kembali dalam bentuk gas
yang siap pakai untuk industri,” jelasnya.
Negara
sumber impor terbesar masih tetap China,
disusul AS dan Thailand.
Sementara negara dengan tujuan ekspor terbesara dl Jepang,
China, AS dan Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar