Memang terlalu dini
untuk menghitung secara lengkap data ekonomi dari bencana kali ini. Namun
kita perlu membedakan dua krisis yang menimpa Jepang, yaitu bencana
gempa-tsunami dan krisis reaktor nuklir Fukushima.
Gempa dan tsunami memang menghancurkan Jepang. Namun, dari sisi ekonomi,
upaya rekonstruksi atau pembangunan kembali akan mendorong lagi aktivitas
perekonomian Jepang.
Di sisi lain, krisis
reaktor nuklir Fukushima
kemungkinan dapat menjadi masalah bagi ekonomi Jepang apabila dampaknya
meluas. Keterbatasan pasokan listrik akibat berhentinya reaktor nuklir Fukushima dapat menggangu
keberlangsungan industri Jepang. Selain itu, masalah radiasi yang dikabarkan
mulai menyebar ke produk makanan dan air minum di Jepang, dapat mengakibatkan
gangguan pada perekonomian Jepang apabila tidak segera diatasi.
Sebelum terkena
tsunami, ekonomi Jepang telah menyimpan masalah serius. Mereka menderita
penyakit 3D, yaitu Depression, Deflation, dan Demographic.
Ekonominya mengalami Depresi dan terjebak dalam Deflasi yang berkepanjangan,
sementara populasinya menua (Demografi). Saat terkena tsunami, mereka
mendapat derita dua tambahan “D” lagi, yaitu Disaster dan Destruction.
Gabungan 5D tersebut membawa masalah besar yang berujung pada penyakit
persisten ke 6 yang selama ini menggayuti ekonomi Jepang, yaitu DEBT
(Utang). Lengkaplah Jepang menderita penyakit 6D.
Dengan berbagai
masalah tersebut, bagaimana Jepang dapat bangkit dari krisis? Apabila dilihat
dari sisi ekonomi, banyak yang membandingkan bencana gempa tsunami kali ini
dengan gempa di Kobe
tahun 1995. Saat itu Jepang begitu
cepat pulih dan dampak bencananya tidak besar.
Kalau dilihat gempa kali ini, sumbangan wilayah
Miyagi yang terkena gempa, terhadap PDB Jepang, jauh lebih kecil dibandingkan
Kobe. Miyagi Prefektur “hanya” menyumbang 1.7% dari total PDB Jepang. Angka
ini lebih kecil dibandingkan Kobe dengan sumbangan sebesar 2% dari total PDB.
Kobe juga merupakan wilayah industri yang memiliki pelabuhan besar dunia,
dengan sumbangan 4% dari PDB Jepang. Dengan indikator tersebut, beberapa
pengamat memperkirakan gempa kali ini berdampak lebih sedikit pada
pertumbuhan ekonomi Jepang dibanding Kobe.
Namun satu hal yang kita tidak boleh lupa adalah
bahwa gempa kali ini memiliki eksposur dan skala yang lebih besar dari Kobe.
Selain itu, yang lebih parah lagi adalah, saat Gempa Kobe tidak terjadi
masalah dengan pasokan listrik di Jepang. Krisis nuklir di Fukushima yang
terjadi setelah gempa 2011 ini, telah mengakibatkan Jepang mengalami krisis
listrik. Sebagai informasi, reaktor nuklir Fukushima 1 dan 2 menyumbang
sekitar 24% tenaga listrik bagi Jepang. Akibat ditutupnya reaktor tersebut,
Jepang mengalami krisis energi listrik.
Kekurangan energi listrik tersebut akan
berdampak langsung pada industri yang menyerap banyak tenaga listrik, seperti
industri baja dan otomotif. Akibat tidak langsungnya terjadi pada industri
turunannya, seperti spare parts dan perlengkapan lainnya, yang
ikut tutup karena industri hulunya tutup. Pemadaman bergilir juga dilakukan
bukan hanya di wilayah yang terkena gempa, namun pada sekitar 13 prefektur,
yang menyumbang sekitar 42% dari PDB Jepang, dan menjadi basis industri
terkemuka Jepang, seperti Sony, Toyota, Nippon Steel, dll. Dalam skenario
terburuk, apabila keseluruhan industri tersebut akan mengurangi kapasitas
operasinya hingga beberapa minggu pascabencana, dampaknya ke PDB diperkirakan
cukup signifikan. Ini artinya, ekonomi Jepang akan melemah.
Namun harapan terletak pada upaya pembangunan
kembali Jepang pascabencana. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kembali
Jepang diperkirakan melebihi 200 miliar dollar AS. Bahkan ada yang mengatakan
hingga 500 miliar dollar AS. Angka ini selain muncul dari klaim asuransi,
juga dari biaya pembangunan infrastruktur, seperti jembatan, jalan raya, dan
bangunan. Hal ini dapat
menahan perlambatan ekonomi Jepang dalam jangka menengah panjang. Total biaya
rekonstruksi ini akan lebih besar lagi kalau memperhitungkan biaya pemulihan
wilayah di sekitar reaktor nuklir Fukushima. Saat krisis reaktor Three
Mile Islands saja, biaya yang muncul hampir mencapai 1 miliar dollar AS untuk
pembersihan radiasi selama 14 tahun.
Dengan bencana
tersebut, tahun ini Jepang akan memasuki double dip recession,
atau kembali lagi masuk ke zona resesi, dengan pertumbuhan negatif pada
triwulan I dan triwulan II 2011, setelah juga mengalami kontraksi ekonomi
sebesar 0.3% pada triwulan IV-2010. Dampak negatif bencana akan dirasakan
sepenuhnya pada tahun 2011, terkait dengan kekurangan energi listrik dan
rantai distribusi yang terganggu. Selanjutnya, pada tahun 2012 hingga 2016,
Jepang diperkirakan akan melakukan rekonstruksi seluruh daerah yang terkena
gempa.
Kalau kita lihat dari
sisi Neraca Pembayaran, ekspor Jepang dari industri yang mengandalkan tenaga
listrik besar, seperti – baja, otomotif, elektronik – dan konsumsi
diperkirakan akan terpukul terkait dengan dihentikannya produksi beberapa
pabrik dan turunnya kepercayaan pasar. Di sisi lain, impor Jepang, terutama
terkait dengan bahan bakar untuk mengkompensasi hilangnya tenaga nuklir akan
meningkat.
Perkembangan ke
depan, akan sangat tergantung pada bagaimana Jepang mengatasi dampak ekonomi
bencana ini. Apakah Jepang akan mengoptimalkan industrinya di luar negeri,
dan mencari alternatif sumber energi secara cepat, akan sangat memengaruhi
pemulihan mereka. Apabila Jepang mampu secara cepat mengganti sumber energi
listriknya, maka dampak negatif ekonominya dapat dikurangi.
Menghadapi berbagai
perkembangan tersebut, Indonesia
perlu berhitung dan melihat dampak dari bencana Jepang. Dampak bencana Jepang
akan sampai ke Indonesia
melalui jalur perdagangan dan keuangan. Dalam jangka pendek, Jepang pasti
akan membutuhkan alternatif pengganti energi. Kemungkinan terbesar adalah
mereka akan mengimpor LNG secara besar-besaran.
Selain itu,
kemungkinan besar dalam jangka menengah, sektor industri, perbankan, dan
keuangan Jepang, akan memfokuskan operasi pada rekonstruksi pascabencana. Di satu sisi, hal ini akan meningkatkan
permintaan bahan-bahan listrik, alat-alat konstruksi, dan kebutuhan material
lainnya.
Pada ujungnya, kita
tidak hanya perlu melakukan antisipasi ataupun meributkan dampak radiasi
reaktor nuklir Jepang ke Indonesia.
Namun yang tak kalah penting juga adalah bagaimana kita bisa mengantisipasi
dampak ekonomi dari bencana yang terjadi di Jepang.
|
Jumat, 02 Desember 2011
Ekonomi Jepang Pasca Tsunami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar