Struktur Produksi,
Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Di negara Indonesia ini secara grafis dan klimatogis merupakan negara yang
mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis ppantai yang terluas
di dunia, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjaang tahun,
hutan dan kandungan bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan yang utama
untuk membuat negara kita menjadi kaya. Suatu perencanaan yang bagus yang mampu
memanfaatkan semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu mengantarkan
negara Indonesia menjadi negara yang makmur akan hasil pertaniannya dan hasil
rempah-rempahnya. Ini terlihat dari hasil Pelita III sampai dengan Pelita V
yang dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% - 8% membuat Indonesia menjadi
salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk yang
tinggi. Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat julukan “Macan
Asia”.
Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan tersebut ternyata
tidak memberikan dampak yang cukup berati pada usaha pengentasan kemiskinan.
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan
kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin.
Pada puncak krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk miskin Indonesia mencapai
sekitar 24% dari jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 angka
tersebut sudah turun menjadi 18% dan pada menjadi 14% pada tahun 2004. Situasi
terbaik terjadi antara tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan berada
dibawah 20%, dan yang paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka
kemiskinan hanya mencapai 11,3%.
Di Indonesia pada awal orde baru para pembuat kebijakkan perencanaan
pembangunan di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi
yang pada awalnya terpusatkan hanya di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya,
dan hanya disektor-sektor tertentu saja pada akhirnya akan menghasilkan“Trickle
Down Effect” . Didasarkan pada pemikiran tersebut, pada awal orde baru
hingga akhir tahun 1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh
pemerintahan orde baru lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tanpa memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi.
Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade
1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi
kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan,
diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat sebesar
6% menjadi 68%, sementara upah rill turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari
nilai sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara tahun 1996 dan
1999 proporsi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan bertambah dari 18%
menjadi 24% dari jumlah penduduk. Pada sat yang sama, kondisi kemiskinan
menjadi semakin parah, karena pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun
jauh dibawah garis kemiskinan.
Kemiskinan menurut beberapah ahli
sebagai berikut :
1. Kemiskinan menurut
Soerjono Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali Press)
"kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut."
2. Amartya Sen, seperti
dikutip dari Bloom dan Canning (2001, The Health and Poverty of Nations:
From Theory to Practice, School of Public Health, Harvard University, Boston
and Dept. of Economics, Queens University, Belfast) mengatakan bahwa seseorang
dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation" dimana
seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantif. Menurut
Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan
rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan
kesehatan.
3. Todaro, (1984,
Ekonomi bagi Negara sedang Berkembang buku I, hal 308) "Pendapatan
perkapita yang tinggi bukan merupakan jaminan tiadanya sejumlah kemiskinan
absolut"
4. Menurut Paul Spicker
(2002, Poverty and the Welfare State : Dispelling the Myths, A Catalyst
Working Paper, London: Catalyst.) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat
mazhab:
- Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik
orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja,
cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.
- Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana
antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat
pendidikan.
- Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku
suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
- Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai
produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan
status atau hak.
5. Menurut Sharp et al.
(Sharp, A.M., Register, C.A., Grimes , P.W. ( 2000), Economics of Social
Issues 14th edition, New York: Irwin/McGraw-Hill. kemiskinan
bersumber dari hal di bawah ini, yaitu:
1. Rendahnya kualitas
angkatan kerja.
Salah satu penyebab terjadinya
kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan
kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat
hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan Ethiopia yang
mempunyai angka diatas 50%.
2. Akses yang sulit
terhadap kepemilikan modal.
Kepemilikan modal yang sedikit serta
rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labor ratios) menghasilkan
produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab
kemiskinan.
3. Rendahnya tingkat
penguasaan teknologi.
Negara-negara dengan penguasaan
teknologi yang rendah mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat
produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal ini
disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik produksi yang lebih modern.
Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang rendah salah satunya bisa dilihat dari
penggunaaan alat-alat produksi yang masih bersifat tradisional.
4. Penggunaan sumber
daya yang tidak efisien.
Negara miskin sumber daya yang tersedia
tidak dipergunakan secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga
penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan
terjadinya inefisiensi.
5. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi.
Menurut teori Malthus jumlah penduduk
berkembang sesuai deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai
deret hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan bahan
pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi
mempunyai arti penting. Petumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan
pembangunanekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk
bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan konsumsinsehari-hari
juga bertambah setiaptahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Selain dari sisi
permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga
membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan
ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan
ketimpangan dalam pembagian dari penambhana pendapatan tersebut (ceteris
paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi
dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan
kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan penigkatanoutput agregat (barang
dan jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan PN.
Konsep Pendapatan Nasional mempunyai
dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti sempit, PN
adalah PN sedangkan dalam arti luas, PN dapat merujuk ke PDB atau merujuk ke
produk nasional bruto (PNB), atau ke produk nasional neto (PNN). Perhitungan PN
diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan
melalui beberapa persamaan sederhana sebagai berikut:
PNB = PDB + F
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D –Ttl
PNB = PDB + F
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D –Ttl
PDB dapat diukur
dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan,
dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan
dari sisi penawaran agregat, sedangkan pendekatan pengeluaran adalah
perhitungan PDB dari sisi permintaan agregar.
Sumber-sumber
pertumbuhan dapat bersumber dari pertumbuhan permintaan agragat (AD) atau dan
pertumbuhan penawaran agregat (AS). Penjelasan ini juga terdapat teori-teori
dan model-model pertumbuhan perekonomian seperti Teori Klasik, Teori
Neo-Keynes, Teori Neo-Klasik dan Teori Modern. Di dalam teori klasik
ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sisi
AS/produksi yaitu teori klasik dan teori modern dan diantara kedua ini, teori
neo-keynes dan teori neo-klasik.
Dasar pemikiran teori
klasik adalah pembangunan ekonomi yang dilandasi oleh sistem Liberal, yang
manapertumbuhan ekonomi di pacu oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan
maksimal. Beberapa teori klasik terdapat disini yaitu sebagai berikut:
1. Teori Pertumbuhan
Adam Smith, di dalam teori ini terdapat tiga faktor penentu proses
produksi/pertumbuhan, yaitu SDA, SDM, dan barang modal.
2. Teori Pertubuhan
David Ricardo, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang
terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja
yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah. Menurut David Ricardo pertanian
adalah sektor utama sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
3. Teori Pertumbuhan
dari Thomas Robert Malthus, menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan
suatu perekonomian adalah kesejahteraan Negara, yakni jika PNB potensialnya
meningkat. Sekotor yang paling dominan adalah sektor industri dan pertanian.
Jika output di kedua sektor itu di tingkatkan, maka PNB potensialnya akan bisa
di tingkatkan. Menurut Thomas Robert Malthus ada dua faktor yang sangat
menentukan pertumbuhan yaitu faktor ekonomi seperti tanah, tenaga kerja, modal
dan organisasi ; dan juga faktor nonekonomis seperti keamanan atas kekayaan,
konstitusi dan hukum yang pasti, etos kerja dan disiplin pekerja yang tinggi.
tetapi, diantara faktor tersebut yang paling berpengaruh adalah faktor
akumulasi modal.
4. Teori Marx, membuat
lima tahapan perkembangan sebuah perekonomian yaitu: 1. perekonomian komunal
priminif 2. perekonomian perbudakan 3. perekonomian feodal 4. perekonomian
kapitalis 5. perekonomian sosialis.
Teori selanjutnya
yaitu tentang teori Neo-Keynes, model pertumbuhan yang di dalam kelompok teori
Neo-Keynes adalah model daro Harrod dan Domar yang mencoba memeperlus teori
keynes mengenai keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangaka
panjang dengan menlihat pengaruh dari investasi, baik pada AD maupun pada
perluasan kapasitas produksi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya yaitu
mengenai Teori Neo-Klasik. Pemikiran dari teori ini didasarkan pada kritik atas
kelemahan-kelemahan atau penyempurnaan terhadap pandangan/asumsi dari teori
klasik. Beberapa model teori ini adalah sebagai berikut yaitu:
1. Model Pertumbuhan A.Lewis
2. MOdel Petumbuhan Paul
A.Baran
3. Teori Ketergantungan
Neokolonial
4. Model
Pertumbuhan WW.Rostow
Kemudian
Teori Modern, dari teori-teori yang di bahas dia atas kurang dapat
menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang sejak tahun 1950-an di banyak negara di
dunia yang kenyataannya pertumbuhan tersebut tidak sepenuhnya hanya dodorong
olah akumulasi modal dan penambahan jumlah tenaga kerja,, tetapi juga
disebabkan oleh peningkatan produktifitas dari kedua faktor tersebut.
Setelah melihat
teori-teori di atas kita akan melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia
selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan
bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses dalam pembanguna ekonomi yang
spektakuler, paling tidak pada tingkat makro(agregat). Keberhasilan ini dapat
diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro tetapi, pada sekarang ini
pemerataan dalam konteks Pembangunan Ekonomi Indonesia kurang merata karena
semakin banyak saja masyarakat khususnya Indonesia yang masih kekurangan dalam
faktor pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
Sumber :
(